Halloween party ideas 2015



                                                                                                                                   Foto:Ist,Harian Detik

Jakarta - UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (KDIY) digugat aktivis perempuan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka beralasan syarat gubernur yang mengharuskan lelaki dinilai tidak tepat. Sri Sultan Hamengku Buwono X datang ke MK menjelaskan duduk masalahnya.

Pasal yang digugat adalah Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (KDIY) yang berbunyi:

Calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.

Pasal di atas dinilai Sri Sultan multitafsir.

"Hal ini tentunya layak untuk diberikan perhatian tersendiri. Seandainya bunyi Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Keistimewaan DIY tidak hanya kata istri saja, namun tertulis adalah frasa suami-istri atau tidak perlu sampai sama sekali ada kata istri, saudara kandung, dan anak," kata Sri Sultan.

Dalam pengisian daftar riwayat hidup calon gubernur, maka urusan laki-laki atau perempuan adalah urusan internal keraton.

"Urusan ini akan murni menjadi urusan internal keraton, di mana proses penggantian kekuasaan terhadap tahta kerajaan menjadi kewenangan otonomi raja sebagai pemegang kekuasaan pembentukan paugeran. Persoalan ini hanya akan mengacu pada perdebatan paugeran semata yang ada, dan hidup, serta dijalankan oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, yang sesungguhnya berada pada kekuasaan Sultan bertahta sebagai inherent powers," ucap Sri Sultan.

Dengan adanya Pasal 18 ayat (1) huruf m UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (KDIY) maka berpeluang akan adanya intervensi dari luar keraton.

"Dalam Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Keistimewaan DIY, tentunya hal ini akan mengancam kedaulatan keraton karena urusan internal keraton terseret melebar di luar keraton yang tentunya bisa memancing kekisruhan, baik dari dalam maupun dari luar keraton itu sendiri yang tentunya mengancam eksistensi kesultanan dan kadipaten," pungkas Sri Sultan.

Sidang itu digelar atas permohonan sejumlah aktivis perempuan. Penggugat tersebut adalah Prof Dr Saparinah Sadli, Sjamsiah Achmad, Siti Nia Nurhasanah, Ninuk Sumaryani Widiyantoro, Masruchah, Anggiastri Hanantyasari Utami, Sunarsih Sutaryo, Bambang Prajitno Soeroso, Wawan Harmawan, Raden Mas Adwin Suryo Satrianto dan Supriyanto.

(HD,Azis)

Pages

Powered by Blogger.