Halloween party ideas 2015

                                                                                                                                             Foto:Ist,HD

MENGAGETKAN. Donald Trump menang dalam pilpres AS tahun ini. Ia telah menyampaikan pidato kemenangannya secara lebih kalem. Prediksi-prediksi yang melihat peluang kemenangan Hillary Clinton lebih besar pun lewat sudah. Hillary pun telah memberi ucapan selamat.

Meskipun banyak yang kecewa dan khawatir, kemenangan Trump merupakan buah demokrasi. Masyarakat internasional harus menghargainya dan segera menyesuaikan dengan perkembangan baru tersebut.

Fenomena Trump menggambarkan kemenangan populisme politik di AS. Ragam ulasan mengenainya telah menyertai kehadiran Trump dalam kontestasi pilpres.

Di Majalah Foreign Affair  Edisi November-Desember 2016, komentator politik kenamaan Farid Zakaria mengulas fenomena populisme Trump sebagai sosok yang berbeda, yang menurut Newt Gingrich, ”unik, luar biasa pengalamannya.” 

Trump termasuk selebriti yang ”luwes dengan kenyataan”. Sosoknya nyentrik (unusual). Di AS, catat Michael Kazin di majalah yang sama, populisme politik terkait dengan sejarahnya yang panjang. Trump tergolong ”populis yang tak disukai”, kendatipun ia sekadar menyuguhkan ”anggur lama” ke dalam ”botol baru”.

Tak hanya menyangkut karakter sosok, ketidaklaziman Trump ditunjukkan pula dalam aneka kampanyenya yang kontroversial. Trump suka menyerempet isu sensitif yang membuat kelompok-kelompok tertentu jengah. Banyak yang menolak lontaran-lontarannya yang cenderung ”anti-imigran” dan ”diskriminatif”, tetapi pemilih mengambang yang selama ini lebih banyak diam rupanya suka dengan isu-isu populis semacam itu.

Kini, populisme politik tak terelakkan lagi di AS setelah fenomena seperti ini marak diperbincangkan dengan mengambil contoh kasus kehadirannya di Eropa, Amerika Latin, hingga Asia, termasuk Asia Tenggara, bahkan Indonesia dan Filipina. Kemenangan Trump seolah menandai gelombang populisme politik di abad kita.

Zakaria melihat populisme sebagai sesuatu yang berbeda dari kelaziman politik arus utama. Ada ciri kecurigaan dan permusuhan terhadap elite dan lembaga politik arus utama. Populisme melihat dirinya berbicara untuk orang biasa yang dilupakan. Juga sering membayangkan dirinya sebagai representasi patriotisme asli.

Trump misalnya pernah menulis di The Wall Street Journal  (April 2016) bahwa satu-satunya penangkal terhadap ”dekade kehancuran pemerintahan yang dikendalikan oleh segelintir kecil elite” adalah dengan keberaniannya menyuntikkan ”kehendak rakyat”. Trump mengkritik negerinya diurus oleh ”elite pemerintahan yang salah”.(HD,Azis)

Pages

Powered by Blogger.